Segera
ia menutup laptopnya dan berusaha merenggangkan otot-ototnya yang kaku akibat
duduk berjam-jam di depan laptop untuk mengerjakan skripsi.
“Yes,
akhirnya selesai juga skripsi gue.” Ujarnya.
“Selamat
Dimas Prasetya Bagaskara kamu telah berhasil menyelesaikan skripsimu.” Ujarnya
bergurau.
“Hah
ampun deh tobat-tobat harus ngerjain skripsi sebanyak ini. Ah butuh hiburan
banget.” Ujarnya sembari merenggangkan otot-otot tangannya yang pegal akibat
mengetik skripsi selama berminggu-minggu.
“Dimas!”
Terdengar suara Mamanya memanggil.
“Iya
Mah!” Teriaknya dari dalam kamar.
“Sini
turun sebentar.”
“Iya.”
Jawab Dimas singkat. Segera ia menemui Mamanya di bawah. Dilihatnya Mamanya
sedang menemani Raka bermain. Ya Raka itu adalah Adik Dimas satu-satunya. Raka
berusia 8 tahun, dan mereka hanya dua bersaudara.
“Ada
apa Mah?”
“Besok
kamu bisa temani Raka ke Dufan nggak?” Tanya Mamanya.
“Hem boleh juga nih buat hiburan.” Batin
Dimas.
“Oke
deh Mah.” Jawabnya seraya mengelus kepala Adiknya.
“Asik
besok Kak Dimas mau nemenin Raka ke Dufan.” Ujar Raka antusias sambil memeluk
Kakak semata wayangnya.
“Yaudah
kalo gitu kamu sekarang tidur, biar besok pagi-pagi kita ke Dufan. Oke?” Ujar
Dimas.
“Siap
Kak!” Jawab Raka sambil bergaya hormat.
***
Esok
harinya Dimas dan Adiknya bergegas menuju Dufan.
“Sudah
siap Bos?” Tanya Dimas kepada Adiknya.
“Siap
Kapten!” Jawab Raka seraya memberikan senyum.
Dimas
segera melaju mobilnya menuju Dufan, tak terasa setelah satu jam perjalanan
mereka akhirnya sampai di Dufan.
“Mau
naik wahana apa dulu nih?” Tanya Dimas.
“Itu
aja kak.” Ujar Raka sambil menunjuk wahana perang bintang.
Mereka
segera menuju wahana perang bintang. Setelah bermain perang bintang mereka
memutuskan untuk menaiki wahana yang lainnya. Setelah menaiki berbagai macam
wahana, mereka pun memutuskan untuk beristirahat sejenak.
“Kak,
Raka capek nih. Raka haus mau minum.” Rajuk Raka.
“Yaudah
kamu tunggu sini dulu ya, Kakak beli minum dulu.” Pesannya kepada Adiknya. Raka
pun mengangguk dan menuruti pesan Kakaknya.
Segera
Dimas pergi menuju stan minuman. Setelah selesai membeli minuman Dimas segera
kembali ke tempat Adiknya menunggu. Tapi saat hendak kembali ia melihat sosok
perempuan sedang duduk dibangku sendiri dengan tatapan kosong.
“Siapa ya itu cewek, udah sendirian bengong gitu. Ih
serem banget.” Ujarnya dalam hati sambil terus
mengamati.
“Ngapain ya dia sendirian di tempat seramai ini?”
Ujarnya menerka-nerka.
“Farah!”
Teriak salah seorang perempuan. Farah pun segera menghampiri perempuan yang
memanggilnya tadi. Saat Farah hendak menuju perempuan tersebut dompetnya tidak
sengaja jatuh. Tapi sayang Farah tidak menyadari bahwa dompetnya terjatuh, ia
tetap berjalan menghampiri perempuan tersebut.
“Oh namanya Farah, hmm mungkin yang manggil itu temennya.”
Ujar Dimas.
“Eh
eh itu dompetnya jatuh.” Ujar Dimas sembari memungut dompet tersebut.
“Woi
dompet lo jatoh nih!” Teriak Dimas, akan tetapi Farah tidak mendengar suara
Dimas dan sosok Farah pun menghilang dari pandangan Dimas.
“Oh iya Raka, kasian banget dari tadi nungguin gue.”
Tiba-tiba ia teringat Adiknya dan segera kembali ke tempat Adiknya menunggu.
Setelah sampai di tempat Adiknya ia pun lega melihat Adiknya masih di tempat
semula.
“Kak
Dimas lama banget sih, aku udah kehausan nih.” Ujar Raka dengan mimik mukanya
yang lucu.
“Iya
maaf ya, ini minumnya.” Ujar dimas seraya memberikan sebotol minuman kepada
Adiknya.
“Hem ngomong-ngomong dimana ya itu cewek, gimana nih
dompetnya masih sama gue.” Ujarnya dalam hati.
“Kak
pulang yuk, aku udah capek nih.” Suara Raka membuyarkan lamunanya.
“Eh
iya yaudah yuk.” Ujar Dimas seraya menggandeng tangan Adiknya.
***
Mereka
segera pulang ke rumah, sampai di rumah Dimas langsung menuju kamarnya.
Sayup-sayup terdengar suara Adiknya yang sedang bercerita kepada Mamanya
tentang kejadian di Dufan.
“Kalo diliat-liat dari rona mukanya, kayaknya dia
lagi tertimpa masalah.” Batinnya
menerka-nerka. Karena masih penasaran dengan Farah, ia pun segera mengambil
dompet Farah dan membuka dompet tersebut dan berharap bisa mendapatkan
petunjuk. Tapi yang ia temukan bukan kartu pengenal melainkan sebuah foto cowok
dan cewek sedang tersenyum bahagia. Tidak lain dan tidak bukan cewek tersebut
adalah Farah.
“Cowok ini siapa ya? Pacarnya kali ya.”
Batinnya.
“Mukanya
Farah di sini ceria banget, beda banget sama yang waktu gue liat di Dufan.”
“Bakal
ketemu lagi nggak ya gue sama dia?” Ujarnya.
“Udah
ah kebanyakan mikir, pusing kepala gue. Mending tidur.” Ujarnya seraya
meletakkan dompet Farah di meja belajarnya. Dan langsung terlelap.
***
Esok
harinya tepat hari minggu Dimas memutuskan untuk ke Monas karena sedang
dilangsungkan acara car free day.
“Dek,
ke Monas yuk.” Ajak Dimas kepada Adiknya.
“Serius
Kak? Yaudah yuk aku ambil sepeda dulu ya.” Ujar Raka Antusias.
“Yaudah
cepet ya takut kesiangan nih.” Ujar Dimas sembari melihat jam tangannya.
Terlihat
Raka sedang menuntun sepedanya. Tampak ia kesulitan saat menaikkannya ke dalam
mobil.
“Sini
Kakak naikin, kamu masuk duluan aja ke dalam mobil.” Ujar Dimas seraya
memasukan sepeda Adiknya ke dalam mobil.
Mereka
segera menuju Monas. Tampak terpancar dari rona bahagia dari wajah Adiknya.
Dimas memang sayang sekali dengan Adiknya yang satu ini.
***
Sampai
di Monas segera Dimas menurunkan sepeda dari mobilnya. Dan langsung berkeliling
Monas dengan sepedanya. Saat berjalan-jalan mengelilingi Monas dari kejauhan ia
melihat sosok yang dikenalnya. Sedang duduk sendirian dikursi.
“Lho itu bukannya Farah, lagi-lagi di tempat seramai
ini dia sendirian. Dan dengan muka pucatnya dan tatapan kosong. Tapi kali ini
kondisinya lebih parah dari kemarin.” Ujar Dimas
dalam hati.
“Dek,
kamu main sendiri dulu ya. Kakak mau ke sana sebentar.” Ujar Dimas kepada
Adiknya.
“Oke
Kak.”
Segera
Dimas menghampiri Farah yang sedang duduk sendirian.
“Hmm
sorry lo Farah bukan?” Tanya Dimas hati-hati.
Farah
hanya terdiam tak merespon pertanyaan Dimas.
“Hei,
nama lo Farah bukan?” Tanya Dimas untuk kedua kalinya sembari
melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Farah, kontan membuat Farah sadar
dari lamunannya.
“Eh hmm iya, lo siapa ya? Ada apa?” Tanya Farah.
“Gue
Dimas, ini gue cuma mau balikin dompet lo. Ini dompet lo kan?” Ujar Dimas
seraya memberikan dompet tersebut kepada Farah.
“Iya
bener, kok bisa sama lo?” Tanya Farah.
“Inget
nggak waktu lo ke Dufan, waktu lo lagi duduk terus nggak lama temen lo manggil
lo dan waktu lo berdiri dompet lo jatoh. Ya sebelumnya gue udah teriak-teriak
manggil lo, tapi lo-nya nggak denger.” Ujar Dimas menjelaskan.
“Oh
iya gue inget, makasih ya.” Ujar Farah singkat.
“Iya
sama-sama. Kalo gue boleh tau, foto cowok didompet lo itu foto pacar lo ya?”
Tanya Dimas.
Farah
hanya diam membisu tak lama kemudian air mata menetes dipipinya.
“Lho
Far lo kenapa?” Tanya Dimas panik.
“Eng...enggak
kenapa-kenapa kok.” Jawabnya terbata-bata sambil menghapus air mata dipipinya.
“Terus
lo kenapa nangis?” Tanya Dimas lagi.
“Gue
cuma keinget Leo, cowok gue.” Ujar Farah sambil menahan tangisnya.
“Emang
cowok lo kenapa? Lo kalo mau cerita, cerita aja kegue.” Ujar Dimas menawarkan.
“Malam
hari sebelum gue ke Dufan, gue ke rumah Leo untuk ngajakin dia pergi ke Dufan.
Tapi saat itu gue malah mergokin dia lagi selingkuh.” Ujar Farah dengan
tangisnya yang semakin menjadi.
“Udah
lo sabar ya, pasti cowok lo akan dapet balasan yang setimpal.” Ujar Dimas
mencoba menenangkan.
“Far,
lo kenapa sih selalu sendirian?” Tanya Dimas.
“Gue
ngeras tenang kalo lagi sendirian.” Jawab Farah.
“Kak
Dimas!!!” Teriak Raka dari kejauhan.
“Itu
Adik lo? Namanya siapa?” Tanya Farah.
“Iya
haha, namanya Raka.” Ujar Dimas.
“Oh
haha lucu ya.” Ucap Farah sambil tersenyum.
“Kak
Dimas pulang yuk aku capek.” Ujar Raka.
“Itu
siapa Kak?” Tanya Raka sambil melihat ke arah Farah.
“Itu
temen Kakak namanya Farah. Cantik kan?” Bisik Dimas kepada Adiknya. Raka hanya
mengangguk.
“Hai
Raka, aku Farah.” Ujar Farah memperkenalkan.
“Hai
Kak Farah. Kakak abis nangis ya?” Tanya Raka polos.
Farah
hanya tersenyum mendengar pertanyaan dari Raka.
“Udah
yuk Raka, katanya tadi mau pulang.Kak Farahnya juga mau pulang tuh.” Ujar
Dimas.
“Eh
iya Kak. Dadah Kak Farah aku pulang dulu ya.” Ujar Raka sambil melambaikan
tangannya ke arah Farah. Farah pun membalas lambaian Raka.
“Far,
gue pulang dulu ya.” Ujar Dimas.
“Hati-hati
ya Dim.” Ujar Farah mengingatkan dan dibalas acungan jempol oleh Dimas.
***
Di
kamarnya Dimas hanya melamun memikirkan Farah, Farah, dan Farah. Seakan-akan
otaknya hanya dipenuhi oleh Farah.
“Baru pertama kali gue liat dia senyum, kalo senyum
dia jadi makin cantik.” Ujar Dimas dalam hati sambil
tersenyum.
“Gimana ya keadaan lo sekarang Far? Semoga baik-baik
aja deh.” Tambahnya dalam hati.
“Duhh kenapa gue tadi nggak minta nomor
handphonenya. Ah bodoh, bodoh, bodoh!”
Ujar Dimas sambil memukul-mukul kecil kepalanya.
“Bisa nggak ya kita ketemu lagi....”
***
Esok
harinya tepat pukul 9 pagi Dimas sudah harus pergi ke kampus karena harus
menyerahkan skripsi dan mengikuti sidang kelulusan. Setelah mempersentasikan
hasil skripsi di depan para dosen ia akhirnya ditetapkan lulus. Terlalu banyak
waktu yang ia habiskan di kampus hingga tak terasa jam sudah meunjukan pukul 7
malam. ia memutuskan untuk langsung pulang ke rumah. Saat sedang menuju rumahnya
dan sedang melewati taman kecil, Dimas melihat sosok Farah sedang duduk
sendirian di taman. Lagi-lagi tatapannya kosong. Segera Dimas memberhentikan
mobilnya dan menghampiri Farah.
“Far,
lo ngapain malem-malem disini? Sendirian pula.” Tanya Dimas.
Farah
hanya menggeleng lemah. Karena masih penasaran akhirnya Dimas bertanya sekali
lagi “Far, lo ngapain disini?”.
“Leo....Leo...
Dim.” Ucap Farah lirih.
“Iya
Leo kenapa?” Tanya Dimas.
“Leo
udah memperkosa gue.” Jawab Farah sambil menangis.
“Tadi
gue ke rumahnya buat minta pertanggung jawaban dia, tapi dia malah nampar gue
dan ngusir gue.” Lanjut Farah dengan tangisnya yang memecah kesunyian malam
itu.
“Leo
brengsek!” Ujar Dimas geram.
“Gue
nggak ngerti mau dia apa...” Ujar Farah sambil terisak-isak.
“Ini
nggak bisa dibiarin, gue harus buat perhitungan sama dia. Sekarang anterin gue
ke rumahnya.” Pinta Dimas.
“Nggak
usah Dim, biar gue aja yang nyelesaiin semuanya.” Ujar Farah seraya memegang
tangan Dimas.
“Gue
nggak bisa liat orang yang gue sayang disakitin.” Tiba-tiba saja kalimat
tersebut meluncur dari bibir Dimas.
“Mmmm...maksud
apa Dim?” Tanya Farah.
“Iya
gue sayang sama lo, gue cinta sama lo Far.” Ujar Dimas.
“Tapi..tapi
gue kan udah nggak virgin.” Ujar Farah pelan.
“Gue
nggak mencintai keperawanan lo, gue cuma mencintai hati lo Far.” Ujar Dimas
membuat Farah terdiam.
“Gue
mencintai lo tanpa syarat dan tanpa alasan apapun Far, murni dari hati gue.”
Lanjutnya.
“Makasih
ya Dim, lo baik banget sama gue....sttt..aw...” Ujar Farah sambil menahan sakit
akibat tamparan yang diberikan Leo padanya.
“Yang
sakit yang mana Far?” Tanya Dimas seraya memegang pipi Farah yang agak lebam.
“Gue
udah nggak kenapa-kenapa kok...” Ujar Farah pelan.
“Yaudah
gue anter pulang yuk.” Ajak Dimas, Farah pun hanya mengangguk kecil.
Dinyalakan
mesin mobilnya dan melaju ke rumah Farah. Ternyata rumah Farah tidak jauh dari
taman tadi.
“Berhenti
di rumah yang pagernya coklat Dim.” Ujar Farah.
Dimas
pun segera memberhentikan mobilnya.’
“Lo
istirahat ya, nggak usah mikirin Leo.” Pesan Dimas kepada Farah. Farah hanya
mengangguk dan melangkah masuk ke dalam rumah.
Dimas
langsung melaju mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tak sampai 20 menit ia sudah
sampai di depan rumahnya. Segera ia masuk ke dalam kamarnya.
***
Sambil
duduk di balkon kamarnya dengan secangkir kopi susu kesukaannya. Dimas masih
mengingat kejadian di taman tadi.
“Banci
banget Leo beraninya mukul cewek.” Ujarnya seraya menonjok tembok di
sebelahnya.
“Besok
gue harus ketemu Farah.” Timpalnya sambil bergegas masuk kedalam kamar dan
pergi tidur.
***
Pagi
hari Dimas sudah bersiap-siap menuju Monas dan berharap dapat menemukan sosok
Farah di sana. Tapi ternyata sekian lama ia mencari dan menunggu ia tidak
menemukan sosok Farah. Kemudian ia bergegas menuju Dufan dan berharap Farah ada
di sana. Tapi setelah sampai di Dufan ia tidak menemukan sosok Farah. Ia pun
segera pergi dan menuju taman kecil tempat Farah menangis kemarin tapi sayang
ia juga tidak menemukan sosok Farah di sana. Karena pencariannya tidak membuahkan
hasil ia memutuskan untuk segera pulang ke rumah.
***
Detik
demi detik, menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari. Dimas tetap tidak
menemukan sosok Farah. Sudah 5 hari ia tidak bertemu dengan Farah berbagai
pikiran negatif berkecamuk dalam pikirannya. Ia khawatir Farah akan disakiti
lagi oleh Leo, ia khawatir dengan kondisi Farah. Ia takut terjadi apa-apa
dengan Farah. Kini Dimas sudah tak tahu harus mencari Farah kemana dan ia
akhirnya memutuskan untuk pergi ke rumah Farah. Segera ia menjalankan mobilnya
menuju rumah Farah.
Sesampainya
di rumah Farah ia segera menekan bel.
“Tettt...Tettttt”
Tak lama kemudian keluar sosok wanita paruh baya dengan memakai kebaya
tradisional dan menghampiri Dimas.
“Maaf
Den, cari siapa ya?” Tanyanya sopan.
“Hmm
saya cari Farah, ada nggak Bu?” Tanya Dimas.
“Lho
memang Den ndak tau kalau Non Farah
masuk rumah sakit, sudah 5 hari Non
Farah koma.
Mendengar
hal itu kontan membuat Dimas panik, ternyata yang ditakutkannya selama ini
terjadi.
“Kalo
saya boleh tau, Farah dirawat di rumah sakit mana ya Bu?” Tanya Dimas.
“Oh
kalau ndak salah di rumah sakit
Harapan Indah.” Jelas wanita paruh baya tersebut.
“Oh,
kalo begitu saya permisi dulu. Terimakasih ya Bu.” Ujar Dimas.
“Iya
sama-sama Den.”
Segera
Dimas bergegas menuju rumah sakit Harapan Indah. Sampai di rumah sakit,
langsung tercium bau khas rumah sakit. Bau menyengat obat-obatan langsung
tercium di hidungnya. Di sana ia bertemu dengan Mamanya Farah yang sedang
menunggu Farah.
“Maaf
Tante, apa benar ini kamarnya Farah?” Tanya Dimas.
“Iya
benar.” Jawab Mama Farah singkat,
Dimas
pun segera masuk ke dalam Dilihatnya Farah dengan wajah pucat sedang terbaring
tak berdaya dikasur.
“Tante
nggak ngerti apa yang ngebuat Farah sakit lagi.” Ujar Mama Farah.
“Lagi? Memang dulu Farah
pernah sakit Tante?” Tanya Dimas penasaran.
“Iya,
dari dulu memang fisik Farah lemah. Capek sedikit dia bisa pingsan, terlalu
banyak pikiran dia langsung mimisan. Tapi sejak dia kenal sama Leo, dia jadi
berubah. Farah jadi lebih ceria dan sudah jarang sekali pingsan. Tapi entah
kenapa Leo nggak pernah muncul lagi akhir-akhir ini, padahal Farah lagi sakit.”
Jelas Mama Farah.
“Leo
tante? Leo yang udah....” Hampir saja Dimas keceplosan tentang Leo yang
merenggut kevirginannya Farah.
“Udah
apa?”
“Eh
enggak apa-apa Tante. Tante saya pulang dulu ya, besok saya ke sini lagi.” Ujar
Dimas pamit.
“Iya
terimakasih ya sudah menjenguk Farah.” Ujar Mama Farah.
“Sama-sama
Tante.”
Malam
harinya Dimas memikirkan kondisi Farah, ia tak menyangka Farah sudah sejak lama
menahan penyakit yang sedang dideritanya. Ditambah lagi berbagai masalah sedang
menimpanya dan sekarang ia harus melawan penyakitnya. Dimas kagum dengan Farah,
walaupun dengan kondisi seperti itu ia masih sanggup bertahan hidup.
***
Esoknya
ia langsung bergegas ke rumah sakit. Di sana ia melihat Mama Farah yang setia
menemani Farah di rumah sakit.
“Permisi
Tante, Lho Tante kenapa nangis.” Tanya Dimas penasaran karena melihat Mamanya
Farah meneteskan air mata.
“Ini
lho, Tante nggak nyangka Leo yang Tante anggap baik ternyata berbuat jahat sama
Farah. Sampai bikin Farah jadi kayak gini.” Ujar Mama Farah dengan air mata
yang terus mengalir dipipinya.
“Maksud
Tante? Ini apa Tante” Tanya Dimas.
“Itu
buku harian Farah, Tante nemuin itu di kamar Farah saat Farah sedang koma di
rumah sakit. Semua yang terjadi Farah menuliskannya disitu. Yang bikin Tante
nggak habis pikir Leo tega ngambil keperawanannya Farah.” Jelas Mama Farah
dengan tangis yang makin menjadi.
“Sabar
Tante, saya yakin pasti Leo dapat ganjaran yang setimpal.” Ujar Dimas
menenangkan.
“Dimas,
kamu simpan saja buku harian Farah ini.” Ujar Mama Farah seraya memberikan buku
harian Farah kepada Dimas.
“Baik
Tante, Tante gimana keadaan Farah?”
“Semakin
hari kondisinya semakin memburuk, Tante nggak tau harus gimana lagi.” Jelasnya.
“Yang
tabah ya Tante, kita cuma bisa berdo’a untuk kesembuhannya Farah biar semua
kita serahin sama Tuhan.” Ujar Dimas.
“Iya
Tante selalu berdo’a untuk kesembuhan Farah.”
Tak
terasa hampir seharian penuh ia di rumah sakit untuk menemani Farah. Jam sudah
menunjukan pukul 8 malam. Dimas pun pamit dan bergegas pulang.
“Tante
saya pamit dulu ya, sudah malam.” Pamit Dimas.
“Iya
hati-hati ya Dimas.”
***
Segera
dipacu mobil kesayangannya dengan kecepatan tinggi. Sampai di rumah buru-buru
ia membaca isi buku harian Farah. Dilihatnya halaman demi halaman sampai pada
saatnya ia menemukan halaman yang berisi...
Dear Diary...
Malam itu tepatnya tanggal 19 Juni 2012 aku datang
ke rumah Leo dengan maksud mengajaknya pergi ke Dufan. Tapi sayang yang kulihat
malam itu Leo selingkuh dengan perempuan lain. Hatiku bagaikan tersayat-sayat
ujung mata pisau yang baru diasah, sakit, perih. Semua itu melebur jadi satu di
dalam tubuhku. Aku tak sanggup menerima semuanya...
Dibukanya
halaman selanjutnya dan kemudian Dimas melanjutkan membaca. Dimas masih penasaran
dengan semua perlakuan Leo terhadap Farah.
Dear Diary...
Hari itu tanggal 20 Juni 2012 Leo mengajakku jalan.
Kami pergi ke mall, di sana kami menonton film dan makan berdua. Tapi tiba-tiba
saat hendak pulang ke rumah diantar oleh Leo tubuhku rasanya berat sekali,
kepalaku pusing, mataku berkunang-kunang dan akhirnya aku pingsan. Saat aku terbangun
ternyata aku sudah ada disebuah ruangan, ya aku sudah berada di kamar Leo.
Kejadiannya begitu cepat, Leo tiba-tiba saja mendorong tubuhku dan
terus-menerus menamparku. Tubuhnya yang kekar tak membuatku cukup kuat untuk
melawannya. Dan akhirnya semua yang aku takutkan terjadi, keperawananku
direnggut olehnya. Setelah itu ia langsung membuangku di tengah jalan.
Perasaanku berkecamuk, aku merasa sudah jadi manusia paling berdosa, dan aku
merasa sebagian nyawaku hilang. Tapi aku lega karena akhirnya aku masih bisa
selamat sampai di rumah...
Dimas
masih tak percaya Leo akan setega itu dengan Farah. Kemudian dibuka halaman
selanjutnya dan ia kembali meneruskan membaca.
Dear Diary...
Tanggal 22 Juni dengan penuh keberanian kudatangi
rumah Leo. Aku ingin meminta pertanggung jawaban atas apa yang dilakukannya
terhadapku. Tapi entah mengapa lagi-lagi dia menamparku. Dan saat aku bertanya
tentang hubungan gelapnya dengan perempuan waktu itu. Ia malah menudingku, ia
menuduhku berselingkuh dengan Dimas. Akupun membela Dimas, karena Dimas tak tau
apa-apa tentang hal ini, ia hanya sekedar membantuku. Lagi-lagi aku ditampar
dan didorongnya hingga wajah dan badanku penuh dengan luka lebam. Karena tidak
tahan atas perlakuannya aku memutuskan untuk pulang ke rumah akan tetapi aku
tidak sanggup harus pulang dengan kondisi seperti itu. Akhirnya ku putuskan
untuk duduk di taman hingga malam. Tapi entah malaikat dari mana yang
mengirimkanku sesosok pria yang peduli dengan kondisi ku, ya pria itu adalah
Dimas. Dimas satu-satunya orang yang tau tentang keadaanku, dengan kemurahan
hatinya aku diantarkannya pulang ke rumah.
Dimas
sempat terharu membacanya, tapi saat itu perasaannya sedang tidak menentu.
Antara sedih, kesal, marah semua menjadi satu. Rasanya ia ingin sekali membunuh
Leo. Ditutupnya buku harian Farah dan ia memutuskan untuk tidur supaya
pikirannya lebih tenang.
***
Esok
paginya Dimas terbangun dengan kondisi badan lebih baik dan pikiran lebih
tenang dibanding kemarin malem. Tiba-tiba saja handphonenya bergetar tanda ada
panggilan masuk. “Drtttt....Drtttt...Drtttt..” Dilihat layar lcd handphonenya
tertera nomor tanpa nama. Segera ditekannya tombol jawab. “Klik”
“Hallo,
bisa bicara dengan Dimas?” Tanya suara diseberang.
“Iya
ini saya sendiri, maaf saya bicara dengan siapa ya?” Tanya Dimas.
“Ini
saya Mamanya Farah...” Ucapnya lirih.
“Oh,
ada apa Tante? Tante kenapa? Kok nangis?” Tanya Dimas.
“Farah
Dim...Farah meninggal...kamu dateng ya saat pemakaman.” Ujar Mama Farah.
Dimas
hanya bisa terpaku mendengar kabar tersebut, tak disangka Farah akan pergi
secepat itu. Seakan-akan mulutnya terkunci tak bisa mengeluarkan sepatah kata
pun.
“Hallo
Dimas, kamu masih di situ kan?” Tanya Mama Farah.
“Eh
iya Tante maaf, iya saya pasti dateng kok.” Ujar Dimas kemudian telephone
terputus.
***
Setelah
bersiap-siap Dimas segara bergegas ke pemakaman. Sampai di pemakaman terlihat
banyak sekali orang berkumpul di sana. Saat melihat batu nisan bertuliskan nama
Farah ia masih tak percaya Farah sudah tidak ada di dunia lagi. Ia melihat
Mamanya Farah sedang menatap nanar makam anaknya.
“Tante
yang tabah ya, mungkin Tuhan punya rencana baik buat Tante dan keluarga.” Ujar
Dimas menenangkan.
“Iya
Dimas terimakasih, ngomong-ngomong ini ada surat dari Farah sebelum dia koma
dia menitipkan itu pada Tante.” Ujarnya seraya meberikan secarik kertas kepada
Dimas.
“Iya
Tante terimakasih, oh iya Tante Leo nggak hadir ke pemakamannya Farah?” Tanya
Dimas.
“Kamu
belum tau ya, pemuda brengsek itu akhirnya dipenjara. Menurut hasil
penyelidikan ia terbukti bersalah atas tindakan pemerkosaan terhadap Farah dan
dia juga terkait kasus narkoba. Baguslah biar jera anak itu” Jelas Mama Farah.
“Sabar
Tante. Sekarang Farah sudah tenang di surga.” Ujar Dimas.
“Iya
semoga ya.”
Acara
pemakaman pun selesai Dimas bergegas pulang ke rumah. Sesampainya di rumah
segera dibukanya secarik kertas pemberian Mamanya Farah, ternyata kertas
tersebut berisika surat dari Farah.
Dear Dimas,
Dimas, makasih atas semua kebaikanmu kepadaku.
Makasih atas segala bentuk kepedulianmu terhadapku. Kamu datang disaat aku
terpuruk, kamu yang membuatku kuat untuk bertahan sejauh ini. Makasih untuk
ketulusan kamu, mkasih untuk cintak tak bersyarat darimu. Satu hal yang harus
kamu tau, aku sayang kamu. Tapi aku sadar sama kondisi fisikku yang nggak
memungkinkan aku untuk bertahan lebih lama. Aku nggak mau ngecewain kamu Dim.
Terimakasih buat segala keindahan, kebahagian yang kamu berikan kepadaku. Oh
iya aku titip salam ya buat Raka hehe.
-Farah-
Digenggamnya
erat-erat surat dari Farah. Perlahan air matanya menetes dipipinya, ia tak
kuasa menahan semuanya lagi. Kini ia harus menerima kenyataan pahit bahwa Farah
telah tiada.
Cinta yang tulus tak butuh syarat dan alasan apapun,
tak melihat seburuk apapun kondisi fisik seseorang. Cinta tak butuh kemewahan,
tapi cinta hanya butuh kebahagiaan. Saat mencintai seseorang memang kita yang
merencanakan, tapi Tuhan yang memutuskan. Cinta yang murni hanya didasari dari
hati yang tulus. Cinta yang abadi akan selalu kekal sampai kapanpun.
-The
End-